Kamis, 13 Oktober 2011

Demokrasi Barbar ala Kampanye Wahidin Halim–Irna Narulita

 1318398355843176097

Kampanye hitam berupa selebaran fitnah yang mendzalimi pasangan Ratu Atut-Rano Karno mewarnai proses Pilgub Banten. Kali ini sang pelaku jelas dan transparan. Pasalnya, selebaran itu disebar dari iring-iringan mobil bergambar pasangan WH-Irna saat berangkat kampanye menuju lapangan Cilenggang.

Selain mobil, rombongan bersepeda motor berjumlah hampir 20 sepeda motor menyebarkan selebaran tersebut di Jalan Raya Sepatan menuju arah Kota Tangerang. Mereka datang dari Jalan Teluk Naga-Pakuhaji-Sepatan dengan menggunakan kaos bergambar WH-Irna.

Warga yang mengetahui perbuatan itu tak bisa berbuat apa-apa. Sebab, rombongan itu cepat berlalu sehabis menyebarkan selebaran. Termasuk sejumlah reporter media yang menemui selebaran tersebut. Yang sangat disayangkan, selebaran juga dipunguti anak-anak sekolah dasar yang nota bene masih polos dan belum mengerti soal politik.

Selebaran juga disebarkan ke pemukiman warga dan ditempel ke rumah-rumah warga. Isi selebaran itu memfitnah dan menyudutkan Ratu Atut, seperti ijazah palsu, dugaan korupsi, dan lainnya. Dalam selebaran itu juga ada dua terbitan majalah abal-abal Tiro dengan sampul muka depan wajah Atut berjudul “Gubernur Banten Keturunan Rampok” dan “Tangkap Gubernur Atut”.

Saat dihubungi oleh wartawan, juru bicara WH-Irna, Jazuli Abdillah dengan santai menjawab “Biarkan para insan pers menyajikan berita berdasarkan fakta yang ada. Selebaran itu mungkin dilakukan oleh masyarakat yang merasa tidak puas dengan kepemimpinan Atut,” katanya seperti dikutip beberapa media massa.

Jazuli bahkan mengalihkan tuduhan kepada tim pasangan lain. “Bisa saja tindakan itu dilakukan oleh tim Jazuli-Zakki dengan maksud tertentu,” katanya seperti diberitakan Tangerang Ekpress (Rabu 12 Oktober 2011).

Demokrasi Barbar

Fenomena tersebut menjadi gambaran bahwa konsolidasi demokrasi terancam oleh sikap politik yang tidak beradab. Tindakan itu merusak sendi-sendi demokrasi yang sudah mulai ditata pasca reformasi 1998. Seketika, demokrasi di Kota Tangerang khususnya dan Banten pada umumnya berubah seperti zaman orde baru atau zaman pancaroba PKI.

Demokrasi yang mengandaikan kompetisi secara fair, terbuka, jujur, dan adil ternoda oleh sikap salah satu calon gubernur yang buta akan nilai-nilai demokrasi. Di benaknya hanya ada kemenengan, tak peduli nilai-nilai yang selama ini dijunjung tinggi.

WH (Wahidin Halim) harusnya mafhum dengan postulat pendukung demokrasi “Jika Anda tidak siap berkompetisi secara fair dan terbuka, sebaiknya Anda mundur dari perhelatan demokrasi”. Postulat ini merupakan suatu keniscayaan yang wajib diikuti para penganut demokrasi. Berbagai belahan dunia yang menganut sistem demokrasi mengamini pernyataan dasar ini.

Namun, di tangan WH beserta tim suksesnya pernyataan itu tidak berlaku. Mereka menghalalkan segala cara termasuk cara busuk dan biadab. Disebut biadab karena cara itu menciderai demokrasi sehingga patut kita kutuk. Mereka hidup di alam demokrasi tetapi sikap dan perilakunya sangat bertolak belakang, bahkan menghancurkan nilai demokrasi itu sendiri. Inilah yang disebut demokrasi barbar.

Kita berharap kaum intelektual dan akademisi serta partai politik yang masih setia dengan demokrasi memberikan pendidikan politik yang sehat, santun, dan mencerdaskan. Jangan sampai demokrasi yang kita bangun hancur gara-gara nafsu kekuasaan elit politik tertentu.

http://politik.kompasiana.com/2011/10/12/demokrasi-barbar-kampanye-wh-irna-culas/